Haramnya berdalil dengan menggunakan hadits palsu sudah disepakati para ulama. Namun sayangnya, selalu ada saja muncul hadits palsu sepanjang zaman.
Entah apa yang berkecamuk di kepala si pemalsu hadits. Beberapa analisa menyebutkan banyak motif kenapa ada orang yang tega-teganya memalsu hadits.
Misalnya karena faktor ekonomi, biar jualannya laku dibeli orang. Bisnisnya batu akik, lalu dia ngarang hadits bahwa kata Nabi, siapa yang pakai batu akik ini akan murah rejekinya.
Jelas dusta dan jelas terkutuk sekali perbuatan itu. Mau dagang ya dagang saja, tapi tidak usah ngarang hadits palsu segala.
Ada juga faktor politis demi menjilat penguasa. Kebetulan sultan di istana suka main burung, terus dia ngarang bebas, bahwa Nabi bersabda, Sebaik-baik sultan adalah yang suka main burung.
Silahkan mau menjilat penguasa, suka-suka saja. Tapi tidak usah pakai ngarang hadits palsu gitu dong.
Apalagi tujuannya semata untuk kepentingan duniawi, tapi tega berdusta atas nama Nabi SAW. Jelas sebuah perbuatan tercela yang diancam siksa neraka.
من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار
Siapa yang berdusta tentang Aku secara sengaja, maka siapkanlah tempatnya di neraka.
Sepanjang masa hadits ini selalu dijadikan dasar untuk melarang orang mengarang hadits palsu.
Sayangnya hadits palsu sudah terlanjur beredar bebas dan liardi tengah masyarakat.
Lalu apa upaya para ulama untuk melindungi umat dari keterjebakan hadits palsu?
Unik juga usaha mereka, diantara nya :
1. Daftar Hitam Hadits Palsu
Hadits-hadits palsu yang terlanjur beredar itu didata dan dikumpulkan, lalu dibuat daftar black-list.
Kemudian ditulis tersendiri sehingga menjadi buku kumpulan hadits palsu. Tentu bukan buat diamalkan, tapi untuk jadi warning kepada umat, bahwa hadits-hadits yang termuat itu hadits palsu.
Diantaranya kitab-kitab berikut ini :
1 - الموضوعات، لأبي سعيد محمد بن علي الأصبهاني النقاش (ت 414 هـ). وهو مِن أقدم ما أُفرد بالتصنيف في الأحاديث الموضوعة، وينقل منه الذهبي في (ميزان الاعتدال)، والحافظ ابن حجر في (لسان الميزان) (1).
2 - الأباطيل والمناكير والصحاح والمشاهير، لأبي عبد الله الحسين بن إبراهيم الجورقاني (ت 543 هـ) (2).
3 - الموضوعات من الأحاديث المرفوعات، لأيي الفرج عبد الرحمن بن علي بن الجوزي (ت 597 هـ) (3). وهو أشهر الكتب المصنّفة في الموضوعات على الإطلاق، وهو عمدة كلّ مَن ألّف بعده فيها.
4 - موضوعات الصاغاني، لأبي الفضائل الحسن بن محمد العدوي الصاغاني (ت 650 هـ).
5 - تلخيص الموضوعات، للحافظ أبي عبد الله محمد بن أحمد بن عثمان الذهبي (ت 748 هـ) (4).
Tentu masih banyak lagi judul yang lain. Namun intinya kita wajib membuang hadits palsu. Selain itu memalsu hadits itu pada hakikatnya memfitnah sekaligus menyakiti Nabi SAW.
2. Black List Pemalsu
Selain itu juga para tukang pemalsu hadits pun didata satu per satu profilnya. Juga dibuatkan dalam buku tersendiri.
Sehingga kapan dan dimana pun kita ketemu hadits tak dikenal, ternyata dalam penelitian ditemukan pada mata rantai silsilah sanadnya muncul nama-nama black-list itu, maka hadits itu pun dilock-down.
Ujung-ujungnya bisa jadi salah satu anggota hadits palsu juga.
3. Mencegah Pemalsuan Hadits Baru
Upaya ketika adalah menyebarkan dakwah larangan menyebarkan hadits palsu. Caranya cukup unik, bahwa semua hadits yang beredar harus dapat sertifikasi hasil lolos uji dari pakar hadits.
Tentu ini jadi pe-er baru dan bukan pekerjaan sederhana. Agak ribet dan bikin repot memang. Sebab sejak saat itu,kita umat Islam tidak bisa bebas lagi mengutip hadits Nabawi, kecuali harus menyebutkan statusnya serta pihak yang memberi status.
Misalnya, hadits ini dishahihkan oleh Bukhari, atau dishahihkan oleh Al-Hakim, atau didhaifkan oleh At-Tirmizi. Tidak cukup hanya menyebut matan saja.
Beda jauh dengan Al-Quran, dimana kita bisa baca begitu saja potongan ayatnya, tanpa harus sebutkan surat berapa ayat berapa. Toh semua ayat Qur'an dijamin Shahih bahkan mutawatir.
4. Dhaif Bukan Palsu
Namun jangan keliru memvonis antara hadits palsu dengan hadits dhaif. Palsu itu 100% ngarang bebas.
Misalnya orang yang hidupnya di abad kelima Hijriyah, tiba-tiba meriwayatkan hadits bahwa Nabi SAW bilang begini dan melakukan itu.
Kalau ditanya, dari mana anda tahu, ternyata dia tidak bisa menyebutkan asal muasalnya. Ya jelas tidak bisa jawab, karena semata-mata memang mengarang bebas. Itu hadits palsu.
Tapi kalau hadits dhaif tetap ada sanadnya. Ada silsilah perawinya. Bisa disebutkan dengan runut dan pasti.
Namun kualitas perawinya agak kurang meyakinkan. Misalnya, hafalannya tidak dhabit, suka lupa atau terbolak-balik.
Tapi bukan ngarang bebas, tetap ada sumbernya. Ibarat nonton TV, masih nangkap siarannya, tapi gambarnya rada penyok-penyok, bergoyang, semutan, atau suaranya kresek-kresek.
Makanya dengan berbagai level kedhaifan, sebagian ulama masih bisa menerima hadits dhaif, setidaknya dalam ruang lingkup yang terbatas. Salah satunya dalam masalah keutamaan amal. Bukan dalam urusan fundamental aqidah atau hukum dasar halal haram.
Sedangkan hadits palsu jelas-jelas merupakan fitnah. Karena Nabi SAW tidak pernah mengatakan itu, tapi Beliau difitnah seolah-olah pernah mengatakannya. Ini kejam sekali. Wajar kalau pelakunya diancam pasti masuk neraka.
Sumber FB : Ahmad Sarwat
20 Desember 2020 pada 08.04 ·