SEMPURNANYA SHALAT SECARA FISIK & HATI
KH. Luthfi Bashori
Al-Imam Al-Ghazali Rahimahullah berkata, “Perumpamaan orang yang hanya menegakkan bentuk shalat secara lahiriyah dan lalai dari hakikatnya yang batin, adalah seperti orang yang menghadiahkan seorang pelayan perempuan yang mati kepada seorang raja yang agung. Perumpamaan orang yang kurang dalam menegakkan shalat secara batiniyah, adalah seperti orang yang menghadiahkan kepada raja seorang pelayan perempuan yang buntung dan buta kedua matanya. Ia dan orang yang tersebut sebelumnya, akan mendapat hukuman dan siksaan dari raja disebabkan hadiahnya itu, karena keduanya ibarat menghina dan melecehkan kehormatan raja.”
Bentuk lahiriyah shalat, adalah harus sesuai ajaran fiqih, jika ingin shalatnya dianggap sempurna, maka wajib menegakkan semua rukun dan syaratnya secara sempurna pula.
Misalnya kewajiban berdiri, membaca Alfatihah, ruku’ dan sujud beserta bacaannya, serta amalan-amalan shalat lainnya yang diajarkan secara lahiriyah sebagai perbuatan fisik.
Adapun hakikat yang batin adalah seperti khusyu’, kehadiran hati dan kesempurnaan ikhlas, merenungkan dan memahami makna-makna bacaan dan amalan-amalan shalat lainnya yang secara batiniyah sebagai perbuatan hati.
Sebagian orang, ada yang sengaja meningalkan shalat secara lahiriyah, dengan asumsi bahwa dirinya lebih memilih untuk menunaikan shalat secara batiniyah. Jelaslah keyakinan seperti ini adalah pemahaman yang sesat, dan pelakunya termasuk dalam kategori aliran sesat, seperti perilaku kelompok Manunggali Kawulo Gusti (Menyatu Dengan Tuhan) yang ibadahnya hanya mengandalkan iling (ingat Allah dalam hati).
Kelompok ini umumnya merasa derajat mereka sudah mencapai tingkat yang paling tinggi secara hakikat, dan yang paling sempurna secara ma’rifat kepada Allah.
Bagaimana kelompok ini tidak dihukumi sesat, karena Rasulullah SAW sebagai manusia yang paling mulia di seluruh jagat raya saja, setiap hari tetap melaksanakan shalat secara fisik, apakah para pengikut Manunggaling Kawulo Gusti itu merasa derajatnya lebih tinggi daripada derajat Rasulullah SAW, hingga mereka berani meninggalkan shalat secara fisik?
Tentu berbeda bagi para pengamal shalat secara fisik, maka selagi mereka tetap melaksanakannya secara rutin dalam lima waktu, maka kewajiban syariat shalat itu telah tertunaikan. Untuk selanjutnya tinggallah melatih diri, bagaimana caranya agar setiap menunaikan ibadah shalat itu hatinya selalu hadir bersama Allah SWT.
Jika pelaksanaan rukun dan syarat shalat secara fisik dapat dipadukan dengan kekhusyu’an shalat secara hati, maka disitulah ia akan mendapati kenikmatan ibadah yang hakiki di hadapan Allah SWT.
Sumber FB : M Luthfi Bashori
14 Juni 2020·