Umat Islam dan Ilmu Kedokteran #2
By. Ahmad Sarwat, Lc.,MA
Barangkali karena agak lama ilmu kedokteran ditinggalkan oleh umat Islam, akibatnya kita jadi tidak update dengan perkembangan terbarunya.
Seolah terkesan ilmu agama berada di satu lembah dan ilmu kedokteran di lembah lainnya. Bahkan tidak sedikit dari umat Islam yang malah berposisi memusuhi ilmu kedokteran modern.
Ada ada saja alasannya. Misalnya dianggap ilmu kedokteran modern milik orang kafir, karena selama ini berkembang di Barat dan bukan di negeri muslim.
Seringkali juga dianggap ilmu kedokteran itu ilmu sekuler yang bertentangan dengan Quran dan Sunnah serta hukum-hukum syariah. Mungkin karena kebanyakan dokter di negara Barat itu non muslim.
Lalu banyak tokoh muslim yang mencoba mengais-ngais identitas ilmu kedokteran Islam, namun terjebak dengan masa lalu. Akhirnya malah jadi mengungkit sejarah kedokteran di masa kenabian, untuk diberi stempel bahwa kedokteran Islam itu sebatas hanya yang ada di zaman nabi saja.
Kitab catatan sejarah tentang bagaimana realitas kedokteran di zaman nabi akhirnya malah disalah-pahami sebagai kedokteran Islam itu sendiri.
Tentu cara berpikir seperti ini pada gilirannya agak memojokkan agama Islam. Seolah ilmu kedokteran dalam konsep Islam itu sudah tertutup pintu ijtihadnya. Berhenti hanya pada batas kedokteran yang dipraktekkan oleh Nabi SAW saja. Kalau bukan Nabi yang melakukannya, bukan kedokteran Islam.
Padahal semua ilmu, bahkan termasuk ilmu agama sendiri, tidak berhenti sampai Nabi SAW wafat. Malah ilmu-ilmu keislaman berkembangnya setelah Nabi SAW wafat.
Contoh sederhana ilmu rasm Al-Quran, baru diinisiasi di zaman Utsman, terus berkembang dengan ditambahi titik dan harokat oleh Abul Aswad Ad-Duali.
Ilmu Nahwu Sharaf itu malah ditemukannya ratusan tahun kemudian. Tokohnya malah bukan orang Arab semacam Sibawaih dan lainnya.
Ilmu fiqih, ilmu ushul fiqih, ilmu tafsir dan ilmu kritik hadits, juga sama saja. Semua mengalami proses perkembangan dan tidak pernah berhenti dari mengalami penyempurnaan.
Lalu kok bisa-bisanya orang membatasi ilmu kedokteran Islam hanya sebatas yang dilakukan oleh Nabi SAW saja?
Kitab-kitab berjudul Tibbun Nabawi yang begitu banyak disusun para ulama, akhirnya hanya dijadikan alat untuk membatasi perkembangan ilmu kedokteran Islam.
Tentu ini jadi aneh sekali.
Padahal sesungguhnya kitab-kitab itu bagian dari gugus ilmu sejarah, tarikh dan sirah nabawiyah, yang mengkhususkan catatan kehidupan Nabi SAW terkait masalah penyakit dan pengobatan. Itu buku sejarah, bukan buku kedokteran. Jangan ngarang ilmu kedokteran Islam pakai kitab itu.
Sebagaimana catatan sejarah penulisan wahyu di masa kenabian, saat itu benar sekali bahwa 43 orang shahabat penulis wahyu itu menuliskan ayat-ayat Al-Quran di atas kulit, batu, tulang atau pelepah kurma.
Itu sekedar catatan sejarah, jangan diubah menjadi hukum dan peratura. Jangan ngatur bahwa sampai kiamat tidak boleh menulis mushaf kecuali di atas benda-benda itu.
Lho kok jadi aneh?
Maka ilmu kedokteran Islam itu seharusnya juga tidak boleh dibatasi hanya sebatas yang dilakukan oleh Nabi SAW pada masanya.
Seharusnya ikut perkembangan zaman. Dan identitas keislamannya justru seharusnya ditemukan dari sisi update terbarunya dan keunggulannya dalam mengatasi masalah penyakit terbaru. Bukan bagaimana merujuk ke zaman Nabi.
Tibbun Nabawi itu bagian dari Sirah Nabawiyah, bukan buku yang berisi Ilmu Kedokteran Islam.
Sumber FB : Ahmad Sarwat
1 Mei 2020 ·