بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي حبَّب العبادة إلى المتقين، وحبَّب قلوبهم للانشغال بط ة رب العالمين وجنبهم من البدعة والضلالة, والصلاة والسلام على سيدنا ونبينا محمد وعلى آله وأصحابه والتابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين
MUQADDIMAH
Sesuatu yang paling berharga yang diberikan oleh Allah kepada seorang hamba adalah aqidah yang benar. Maka ilmu yang membahas tentang aqidah yang benar adalah ilmu yang amat penting dibandingkan ilmu-ilmu lainnya. Diskusi-diskusi yang diadakan jika hal itu untuk membela dan menjaga aqidah yang benar, maka itu adalah sebaik-baik diskusi. Saat ini kami sungguh sangat berbahagia, karena kami beserta para alim ulama begitu intens mendiskusikan aqidah dan bagaimana upaya kita untuk menjaga aqidah umat. Kami yakini bahwa kita semua akan senantiasa dalam lindungan dan pertolongan Allah sesuai janji Allah: وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ (العنكبوت:٦٩)
Artinya: “Dan mereka yang bersungguh-sungguh mencari kebenaran-Ku, sungguh Aku akan memberi petunjuk kepada mereka.”
Menjaga aqidah umat adalah sebaik-baik hadiah yang diberikan oleh para ulama kepada kita. Lebih-lebih di saat merebaknya fitnah-fitnah yang menggerogoti aqidah seperti yang kita rasakan dan saksikan saat ini. Bahkan ada di antara kita yang sudah keropos aqidahnya, namun ia tidak merasa tergerogoti. Umat Islam adalah umat yang besar, tapi sering lengah dengan jumlah yang besar ini sehingga kadang-kadang kita kurang mencermati hal-hal yang disusupkan musuh-musuh Allah dalam tubuh umat Islam. Maka dalam kesempatan ini kami mengulas sekilas tentang aqidah yang benar untuk bisa menjadi bekal bagi kita di dalam menegakkan dan menjaga aqidah umat Islam dunia dan Indonesia khususnya yang alhamdulillah dari generasi ke generasi menganut aqidah yang benar yaitu Ahlussunnah wal-Jamaah.
PERTOLONGAN PERTAMA DI ZAMAN FITANAH AQIDAH
Maksud pertolongan pertama di zaman fitnah aqidah di sini adalah bagaimana kita menghadirkan hal terpenting dan mendesak yang dibutuhkan oleh umat dalam upaya membentengi aqidah yang benar. Ada dua hal yang secara subtansi dan maknawi tidak terlalu penting, tapi perlu diperhatikan lebih karena dari situlah kesesatan akan masuk. Dua hal tersebut yang pertama mengenal sebuah identitas dan yang kedua adalah mempertahankan manhaj talaqqi.
MENGENAL SEBUAH IDENTITAS
Bicara soal aqidah yang benar sangat sulit jika disampaikan hanya dalam ceramah yang singkat atau dalam pertemuan sesaat. Tapi dengan menyadari dan memahami identitas diri kebenaran aqidahnya, bisa dengan sangat mudah dijaga dan dikontrol agar seseorang tidak terbawa marus dalam kelompok aqidah yang salah atau sesat. Kita saksikan amaliyah keseharian mulai dari tawasulan, tahlilan, membaca kitab Maulid secara bersamaan (Asyraqalan atau Marhabanan), sungguh itu semua adalah amaliyah yang benar dan telah menjadi ciri khas aqidah yang benar.
Kalau kita cermati para ulama terdahulu dalam urusan aqidah dan amaliyah, mereka lebih mementingkan isi daripada kulit. Hingga terkadang seorang Muslim awam Ahlussunnah wal-Jamaah dengan kualitas aqidahnya yang sudah benar, akan tetapi dia tidak mampu untuk menjelaskan Ahlussunnah wal-Jamaah dengan panjang dan lebar dengan pemaparan ilmiah. Padahal sebetulnya penjabaran makna aqidah Ahlussunnah wal-Jamaah secara panjang lebar sudah dihadirkan dan disosialikan oleh ulama-ulama terdahulu dengan metode yang sangat sederhana.
Cara penjabaran dan pemaparan luas dan halus amatlah tepat pada masa di saat fitnah aqidah belum banyak tersebar. Akan tetapi di saat fitnah aqidah merebak dimana-mana dan pergeseran nilai aqidah mudah terjadi, kita harus bisa mencermati sebab–sebab umat ini termakan fitnah. Kita bisa saksikan di saat munculnya ahli fitnah yang tidak henti-hentinya merendahkan dan mencaci aqidah Ahlusunnah wal-Jamaah. Orang-orang awam pun diam, karena tidak tahu kalau mereka sendiri yang dicaci karena mereka tidak mengenal identitas mereka sendiri.
Maka dari itu, kami perlu mengenalkan sebuah identitas diri yang sebenarnya memang itu hanya berurusan dengan kulit dan bukan substansi aqidah. Akan tetapi sebagai langkah awal membentengi aqidah dalam kondisi mendesak dan darurat, pengenalan identitas diri saat ini amat diperlukan, terutama saat ini fitnah dan pemalsu-pemalsu aqidah begitu gencar.
Di samping itu, kenapa mengenal identitas diri ini penting adalah karena banyaknya orang yang memusuhi aqidah para ulama ahlusunnah. Ironisnya, kelompok ini pun dengan lantang meneriakan syiar dan slogan Ahlussunnah wal-Jamaah dan menamakan diri dengan Ahlussunnah wal- Jamaah. Oleh karena itu pengenalan identitas ini sangat penting untuk membedakan Ahlussunnah wal-Jamaah yang sesungguhnya dengan ahlussunnah wal-jama’ah yang palsu. Setelah itu, dalam pembahasan berikutnya, akan coba dijelaskan perbedaan antara Ahlussunnah wal-Jamaah yang palsu dan Ahlussunnah yang sesungguhnya dengan kajian ilmiah. Identitas yang kami maksud adalah:
- Islam
- Ahlussunnah wal-Jamaah
- Asy’ariyah atau Maturidiyah.
- Sufiyyah
- Pengikut salah satu 4 mazhab
Sebagai pembuktian bahwa aqidahnya benar, maka seorang Muslim harus melanjutkan ikrar bahwa dirinya adalah Muslim Ahlussunnah wal-Jamaah.
Itupun sejatinya belum cukup mengingat banyaknya pemalsu Ahlussunnah wal-Jamaah yang dilakukan oleh musuh-musuh Ahlusunnah wal Jamaah. Maka dari itu, harus dilanjutkan ikrar bahwa dirinya adalah pengikut Ahlussunnah wal-Jamaah Asy’ariyah.
Orang yang mengatakan dirinya sebagai Asy’ari atau pengikut Imam Abul Hasan Al-Asy’ari juga belum cukup, sebab ada sekelompok orang yang sepertinya mengagungkan Imam Abul Hasan Al-Asy’ari, ternyata mereka adalah musuh-musuh Abul Hasan Al-Asy’ari. Pengikut Imam Abul Hasan yang benar adalah mereka yang berani mengatakan dirinya pengikut para ahli Tasawuf (sufiyyah) di dalam ilmu mendekatkan diri kepada Allah. Maka seorang Asy’ari yang benar haruslah dia berkeinginan untuk menjadi seorang sufi dan mencintai ahli tasawuf.
Termasuk fitnah besar akhir-akhir ini dimunculkan adalah tuduhan sesat kepada ahli tasawuf. Memang kita akui ada segelintir orang yang menodai citra tasawuf. Itu tergolong orang yang sesat mengaku bertasawuf. Adapun tasawuf adalah ilmu untuk membersihkan hati dalam irama mencari ridha Allah.
Maka sangat sesat orang-orang yang memusuhi tasawuf biar pun dia mengaku Ahlusunnah dan biar pun juga mengakui Abul Hasan Al-Asy’ari.
Yang terakhir adalah identitas Ahlussunnah wal-Jamaah di dalam masalah fiqih mereka adalah orang-orang yang mengikuti kepada Imam Mazhab yang empat: Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad Bin Hanbal. Dalam bahasa fiqih, kita sering menyebut dengan istilah bertaqlid kepada salah satu dari imam 4 mazhab.
Identitas terakhir ini juga sangat perlu dihadirkan sebab pada zaman akhir ini telah muncul orang yang mengaku Ahlussunnah wal-Jamaah dengan kesombongannya mereka merendahkan dan membenci taqlid bahkan sampai mencaci-maki dan merendahkan para ulama yang bertaqlid. Bertaqlid adalah termasuk ciri aqidah Ahlussunnah wal-Jamaah yang benar.
Maka orang sesat adalah orang yang mengaku Islam tetapi bukan Ahlussunah, membenci Asy’ariyah, membenci tasawuf, dan tidak mau bermazhab. Ini adalah cara pintas untuk mengenali orang-orang yang beraqidah benar di tengah-tengah kesesatan umat.
MANHAJ TALAQQI
Talaqqi adalah pengambilan ilmu dengan memperhatikan kedisiplinan, kesinambungan, keilmuan antara guru dengan murid. Hal yang semacam ini sangat berarti dalam irama menjaga dan mengkaji Ahlussunnah wal-Jamaah yang benar. Di sini bukan berarti seseorang tidak boleh memperluas ilmu dengan cara membaca, tetapi lebih menekankan agar seseorang mempunyai dasar-dasar aqidah yang benar yang diambil dari guru yang jelas terlebih dahulu, sebelum dia mengembara dengan akal pikirannya ke berbagai disiplin ilmu atau untuk menelaah pemikiran-pemikiran aqidah yang berbeda.
Pada dasarnya cara ini sudah mengakar dan membudaya di lingkungan pesantren-pesantren salaf yang diasuh oleh para ulama dengan metode sorogan atau memindah ilmu dengan membaca kitab secara kalimat per kalimat dari awal hingga akhir. Seperti yang sangat kita sering dengar dengan pengenalan kitab-kitab aqidah, seperti: Aqidatul Awam, Jauharatut Tauhid dan yang lainnya yang secara ilmiah terbukti itu adalah penjabaran dari aqidah Ahlusunnah wal-Jamaah. Nah, menjaga mata rantai dan kesinambungan keilmuan seperti ini adalah sangat penting. Dalam pengamatan kenyataan di zaman ini kita tidak menemukan kesesatan kecuali di saat seseorang tersebut meninggalkan buku-buku aqidah para pendahulunya dan cara yang dianut oleh pendahulunya dalam mengambil ilmu.
Ada 3 hal yang amat penting untuk kita cermati dalam masalah manhaj talaqqi terhadap kerusakan aqidah Ahlussunnah wal-Jamaah.
Dari awal pendidikan agamanya memang tidak dikenalkan dengan aqidah yang benar melalui kitab-kitab yang benar dengan manhaj talaqqi. Dalam hal ini bisa dibuktikan bahwa jika ada pesantren atau lembaga pendidikan yang tidak berpegang kepada manhaj talaqqi sudah tidak ada lagi, maka yang terjadi adalah mudah tercemar oleh aqidah yang sesat.
Manhaj talaqqi masih diberlakukan, tapi itu hanya sekedar pembacaan rutin tanpa ditindaklanjuti kajian yang lebih dalam. Ini akan menjadikan seseorang akan mudah tercemar oleh aqidah-aqidah yang sesat karena di satu sisi mereka kurang mendalami aqidah yang mereka tekuni. Di sisi lain virus kesesatan bertebaran melalui media-media yang saat ini menjadi lebih dekat dengan masyarakat, seperti: televisi, radio dan buletin-buletin yang lebih mudah dibaca dan mudah dipahami seiring berkembangnya dunia tekhnologi. Sementara penyeru kesesatan pun sangat gigih dalam menyebarkan kesesatan.
Semangat ingin tahu kepada agama yang tinggi yang tidak dibarengi dengan bimbingan seorang guru dan hanya mengandalkan kemampuannya dalam membaca buku-buku yang ditemukannya di toko-toko buku atau yang dibaca melalui internet. Inilah salah satu penyebab aqidah kita semakin hari semakit keropos.
Kita bisa saksikan dengan para perusak aqidah telah dengan gigihnya membuat radio-radio, mencetak buku-buku murah dan gratis serta selebaran yang dibagi secara cuma-cuma.
Sebagai contoh, di kebanyakan kota kabupaten penyebar aqidah sesat itu berusaha untuk mempunyai radio karena mereka yakin dengan adanya radio mereka bisa mempengaruhi masyarakat luas yang sebenarnya di hati mereka ada kerinduan untuk mendalami ilmu agama. Dengan membuat stasiun radio ternyata tanpa kita sadari pengaruh mereka terhadap kesesatan sangatlah besar. Justru kita sebagai pembawa aqidah yang benar kita kurang berfikir maju untuk menguasai media informasi demi membendung arus penyesatan aqidah.
Hubungannya dengan manhaj talaqqi yang kami sebut adalah: Kita jangan memulai belajar aqidah kecuali dengan manhaj talaqqi. Kita harus berusaha agar media-media yang ada dan juga toko-toko buku bisa dipenuhi oleh orang-orang yang mempunyai aqidah yang benar dan menekuni manhaj talaqqi. Dan jangan membaca buku aqidah kecuali atas petunjuk guru yang mempunyai manhaj talaqqi.
HAKEKAT AHLUSSUNNAH WAL-JAMAAH
Ahlussunnah wal-Jamaah adalah manhaj beraqidah yang benar dengan dua ciri. Pertama, mereka sangat mencintai keluarga Nabi Muhammad SAW. Kedua, mereka juga sangat mencintai sahabat Nabi Muhammad SAW. Tidak cukup orang mengaku beragama Islam, tetapi dengan mudah mereka mencaci para sahabat Nabi Muhammad SAW. Yang keluar dari Ahlussunnah wal-Jamaah model ini diwakili oleh kelompok Syi’ah (Syi’ah Imamiyah Itsnata ’Asyariyah) dengan ciri khas paling menonjol dari mereka adalah mengagungkan ahlu bait Nabi Muhammad SAW tetapi merendahkan para sahabat Nabi Muhammad SAW.
Begitu juga tidak cukup orang mengaku Islam, tetapi dia merendahkan ahlu bait Nabi Muhammad SAW. Yang keluar dari Ahlusunnah wal-Jamaah model ini diwakili oleh mereka yang mempunyai ciri khas yaitu yang tidak peduli dengan urusan ahlul bait Nabi Muhammad SAW, mencoba merendahkan Sayyidina Ali bin Abi Tholib biarpun di sisi lain mereka mengakui para sahabat Nabi Muhammad SAW.
Ringkasnya, Ahlussunnah wal-Jamaah adalah mereka yang memuliakan ahlu bait dan sekaligus mengagungkan para sahabat Nabi Muhammad SAW.
Ada di antara orang-orang yang mengaku mengagungkan dan memuliakan para sahabat Nabi Muhammad SAW dan ahlu bait Nabi Muhammad SAW, akan tetapi mereka punya penafsiran-penafsiran tentang aqidah yang jauh dari kitab Allah dan sunnah Rasulullah SAW, yaitu dari kaum Jabariyah dan Qodariyah.
Di saat seperti itu, munculah seorang yang dinobatkan sebagai Imam besar yang telah berusaha untuk membersihkan aqidah Ahlussunnah wal-Jamaah yang benar dari unsur luar dan menjerumuskan. Munculah cetusan-cetusan ilmu aqidah yang benar yang dari masa ke masa dan menjadi pegangan umat Islam sedunia, yaitu: Aqidah Ahlussunnah wal-Jamaah Asy’ariyah.
Asy’ariyah adalah sebuah pergerakan pemikiran pemurnian aqidah yang dinisbatkan kepada Imam Abul Hasan Al-Asy’ari. Beliau lahir di Bashrah tahun 260 Hijriyah bertepatan dengan tahun 935 Masehi. Beliau wafat di Bashrahpada tahun 324/975-6 M. Imam Al-Asy’ari pernah belajar kepada ayah tiri beliau yang bernama Al-Jubba’i, seorang tokoh dan guru dari kalangan Mu’tazilah. Sehingga Al-Asy’ari mula-mula menjadi penganut Mu’tazilah, sampai tahun 300 H. Namun setelah beliau mendalami paham Mu’tazilah hingga berusia 40 tahun, terjadilah debat panjang antara beliau dengan gurunya, Al-Jubba’i dalam berbagai masalah. Debat itu membuatnya tidak puas dengan konsep Mu’tazilah dan beliau pun keluar dari paham itu dan kembali kepada pemahanan Ahlusunnah wal jama’ah.
Imam Al-Asy’ari telah berhasil mengembalikan pemahaman sesat kepada aqidah yang benar dengan kembali kepada apa yang pernah dibangun oleh para salaf (ulama sebelumnya) dengan senantiasa memadukan antara dalil nash (naql) dan logika (‘aql). Dengan itu belaiu berhasil melumpuhkan para pendukung Mu’tazilah yang selama ini menebar fitnah di tengah-tengah ummat Ahlus Sunnah. Bisa dikatakan sejak berkembangya aliran Asy’ariyah inilah Mu’tazilah berhasil diruntuhkan.
Kaum Asya’irah, dari masa ke masa selalu mempunyai peran dalam membela aqidah yang benar, Aqidah Ahlusunnah wal Jamaah.
Terbukti dalam sejarah perkembangan Islam ulama Asya’irah-lah yang memenuhi penjuru dunia. Merekalah ahlussunnah yang sesungguhnya.
Adalagi pakar aqidah yang semasa dengan Imam Abul Hasan Al-Asy’ari, yaitu Imam Abu Manshur Al-Maturidi. Secara umum tidak ada perbedaan di antara keduanya. Hanya karena yang tersebar di Indonesia adalah dari Imam Abul Hasan Al-Asy’ari, maka kami sebut lebih sering Asy’ariyah.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber Web : https://buyayahya.org/membentengi-aqidah-ahlussunnah-wal-jamaah.html (JANUARY 11, 2018)