Seputar Ringkasan Hukum Transplantasi/Cangkok Organ Tubuh Manusia dan Hewan
✏️ Abdurrahman Bin Farid Al Mutohhar
1). Hukum transplantasi rambut atau tanam rambut :
Hukum transplantasi rambut/mencangkok rambut/menanam rambut adalah diperbolehkan dengan syarat :
• Untuk menghilangkan aib/cacat dalam dirinya (untuk mengembalikan sesuatu yang semula sudah ada, dalam wilayah rambut yang dulunya ada rambut, kemudian mengalami kebotakan atau rontok misalnya dan ingin mengembalikan rambutnya ada diwilayah itu, kemudian ditanam rambut disitu).
• Menamam rambut Dari rambutnya sendiri (rambutnya sendiri yang dipindah dan ditanam di wilayah yang ingin ditanam).
Jika terpenuhi 2 syarat ini maka diperbolehkan untuk transplantasi rambut,
Dan ini tidak dikategorikan sebagai "merubah penciptaan Allah", karena hakikatnya adalah mengembalikan sesuatu yang memang dulunya ada, kemudian karena sebab hilang karena mengalami kerontokan, kemudian diganti dengan rambutnya sendiri yang diambil diwilayah lain dan dipindah diwilayah yang mengalami kebotakan.
Dan jika tidak terpenuhi satu syarat saja, maka tidak diperbolehkan untuk transplantasi rambut.
2). Transplantasi Organ Tubuh atau cangkok organ dari tubuh manusia :
Transplantasi organ tubuh manusia terbagi menjadi 2 macam :
- Proses Transplantasi diambil dari organ tubuhnya sendiri.
- Proses transplantasi diambil dari organ tubuh orang lain.
* Pertama : Proses Transplantasi diambil dari organ tubuhnya sendiri :
Sebab dari diperbolehkannya untuk transplantasi organ tubuh ada 2 : Karena darurat dan karena hajat,
Jika alasan dalam transplantasi organ (dari organ tubuhnya sendiri) adalah salah satu dari 2 alasan diatas, maka hukumnya diperbolehkan oleh syariat.
Sehingga dokter bedah diperbolehkan untuk melakukan transplantasi organ (dari organ tubuhnya sendiri) jika terpenuhi 2 syarat :
1. Disaat dokter bedah merasa yakin atau ada prasangka yang kuat akan adanya manfaat dalam menjalankan transplantasi organ tubuh (karena alasan darurat atau hajat, dengan ketentuan tertib pengamanan).
2. Tidak ditemukannya alternatif lain yang dapat menyelamatkan pasien dari penyakitnya, yang bahaya dalam prosesnya (alternatif lain) lebih ringan daripada proses transplantasi.
Dalil diperbolehkannya adalah qiyas, karena jika memotong organ tubuh sendiri itu diperbolehkan oleh syariat karena alasan untuk mencegah bahaya atas dirinya atau untuk menyelamatkan nyawanya, maka memindah organ tubuhnya yang sehat untuk menambal dari bagian yang sakit dan melakukan proses transplantasi adalah diperbolehkan (min bab awlawi).
Contoh kasus :
Disaat seseorang mengalami luka bakar dan dokter melihat adanya hajat dalam mengobati luka bakar tersebut dengan cara menambal luka bakar tersebut, dengan harus diambilkan dari kulit organ tubuhnya yang sehat (dari organ tubuhnya sendiri) dan ditanam ada di kulit yang mengalami luka bakar tersebut, maka ini diperbolehkan karena adanya hajat.
* Kedua : Proses transplantasi diambil dari organ tubuh orang lain.
Dalam hal ini terbagi menjadi 2 keadaan :
- Transplantasi dari organ tubuh orang lain yang masih hidup.
- Transplantasi dari organ tubuh orang lain yang sudah meninggal.
* Macam pertama : Transplantasi dari organ tubuh orang lain yang masih hidup :
1. Jika organ tubuh yang ingin di cangkok adalah organ tunggal dalam tubuh manusia, yang akan menyebabkan meninggalnya orang yang dicangkok karena sebab proses transplantasi, Maka hukum transplantasi dalam gambaran ini adalah tidak diperbolehkan alias haram, walaupun atas kerelaan si pendonor,
Dengan alasan : karena tidak boleh membahayakan nyawa diri sendiri demi orang lain, apalagi sampai mengutamakan nyawa orang lain atas dirinya, karena ini berkaitan dengan haknya allah, dan nyawa seseorang itu adalah hak nya Allah yang wajib dijaga, maka tidak boleh bagi seseorang yang menikmatinya untuk memberikan kehidupannya atau mengorbankan kehidupan dirinya untuk orang lain.
2. Jika organ tubuh yang ingin dicangkok adalah bukan termasuk organ tunggal (termasuk organ yang genap seperti ginjal dll) dan biasanya tidak akan menyebabkan meninggalnya orang yang dicangkok karena sebab transplantasi (si pendonor tetap bisa hidup dengan normal setelah mendonorkan organ tubuhnya),
Maka ulama mu’ashirin berbeda pendapat dalam menghukumi hukum transplantasi organ dalam gambaran ini,
Mereka terbagi menjadi 2 pendapat :
* Pendapat pertama : mereka mengatakan bahwa TIDAK BOLEH melakukan transplantasi organ tubuh manusia untuk di donorkan kepada orang lain,
Dengan dalil-dalilnya mereka, diantaranya Yang disebutkan oleh Fuqoha’ Syafi’iyyah seperti dalam kitab Nihayatul Muhtaj, Bujairomi Alal Khatib, Majmu’ Imam Nawawi,
Dan diantara ulama yang berpendapat dengan pendapat ini adalah Syeikh Mutawali As Sya’rowi, Al Ghummari, Doktor Hasan Ali As Syadzili dll.
* Pendapat kedua : mereka mengatakan bahwa BOLEH melakukan transplantasi organ tubuh manusia untuk didonorkan kepada orang lain,
Dengan banyak dalil dan alasan, diantaranya adalah :
- Bahwa si pendonor ada hak untuk merelakan sebagian organ tubuhnya untuk diberikan kepada orang lain,
- Juga diantaranya bahwa seseorang itu diperbolehkan untuk mentasarrufkan bagian dari tubuhnya untuk hal yang ada maslahatnya, maka ketika ia memberi izin untuk memberikan organ tubuhnya untuk dicangkok maka sudah didapati masalahat yang menyebabkan ia boleh untuk melakukannya,
- Diantara dalilnya juga adalah qoidah fiqih “الضرورات تبيح المحظورات" (sesuatu yang sifatnya darurat bisa menyebabkan hukum boleh untuk melakukan hal yang asalnya adalah haram),
- Juga qoidah fiqih “إذا ضاق الأمر اتسع" (jika suatu perkara itu sudah sempit dan sulit, maka hukum agama bisa menjadi luas dan ringan),
Dan masih banyak dalil lain lagi,
Dan diantara ulama yang memperbolehkan adalah Syeikh Ali Jaadul Haq (Syaikh Al Azhar), doktor ro’uf syilbi, Doktor Muhammad Ali As Sartoowi, juga dari lajnah ifta’ dari berbagai negara yang memfatwakan akan diperbolehkannya hal ini, termasuk lajnah fatwa yang ada di ordon, mesir dll.
Nb : Termasuk juga jika transplantasi dari organ tunggal (yang tidak ada penggantinya), namun tidak akan menyebabkan meninggalnya si pendonor (tetap bisa hidup normal), seperti donor kulit, maka hukumnya sama juga ada 2 pendapat, ada yang mengatakan boleh dan ada yang mengatakan tidak boleh
* Macam kedua : Transplantasi dari organ tubuh orang lain yang sudah meninggal.
Ulama’ terbagi menjadi 2 pendapat :
1. Pendapat pertama : mengatakan bahwa wewenang untuk mengorbankan organnya demi orang lain beralih kepada ahli warisnya.
Maka jika ahli waris mengizinkan untuk terjadinya proses transplantasi maka dokter bedah boleh untuk melakukannya dengan mengambil organ tubuh jenazah dan diberikan atau ditransplantasikan kepada tubuh pasien,
Akan tetapi jika ahli waris menolak dan tidak memberikan izin, maka dokter bedah tidak diperbolehkan untuk mengambil organ jenazah untuk ditransplantasikan.
Diantara ulama’ yang memperbolehkan adalah Syaikh Romdhon Al Buthi, beliau berpendapat bahwa jika seorang manusia meninggal, maka hak kehormatan personalnya berpindah kepada ahli warisnya. Merekalah yang diserahkan dalam urusan merawat, menjaga, ataupun menurunkan standart kehormatan tersebut sebagai pengorbanan untuk membantu sesama sesuai dengan batas-batas syariat.
2. Pendapat kedua : mengatakan akan mutlaqnya keharaman atas hukum transplantasi dari organ tubuh orang yang sudah meninggal untuk diambil manfaatnya, dengan alasan menjaga kehormatan mayit.
3.) Transplantasi Organ Tubuh atau cangkok organ dari organ tubuh hewan :
1. Jika hewannya adalah hewan yang suci dan yang halal dimakan (bukan bangkai), seperti kambing, sapi dll, maka hukumnya diperbolehkan untuk melakukan transplantasi organ yang diambil dari organ tubuh hewan tersebut jika ada hajat didalamnya, karena jika memakannya saja diperbolehkan apalagi dengan mengambil manfaat dari tubuhnya untuk pengobatan, maka jelas diperbolehkan.
2. Jika hewannya termasuk dari hewan yang najis, (termasuk juga bangkai dari hewan yang suci),
Maka kata Imam An Nawawi hukumnya diperinci :
* Hukumnnya diperbolehkan jika terpenuhi 2 syarat ini :
- Pasien butuh untuk transplantasi organ tubuh dari organ tubuh hewan yang najis (tentunya ini disyaratkan harus ada saran dari dokter).
- Tidak didapatinya organ tubuh dari hewan yang suci yang bisa digunakan untuk transplantasi.
Nb : jika diperbolehkan baginya untuk transplantasi dari hewan yang najis (saat terpenuhi syaratnya), maka sholatnya dan ibadah-ibadah yang lain (yang disyaratkan harus suci) dihukumi sah (walaupun ada bagian dari hewan yang najis), karena adanya udzur syar’i disaat melakukan transplantasi.
* Jika tidak terpenuhi 2 syarat diatas, maka hukumnya adalah tidak diperbolehkan alias haram untuk melakukan transplantasi dari organ tubuh hewan yang najis.
Referensi :
1. Qodhoyaa Fiqhiyyah Mu’aashoroh Lil Buthi
2. Ahkaamul Jiroohah At Tibbiyyah
3. Al Asybah Wan Nadzoir
4. Nihayatul Muhtaj
5. Bujairomi Alal Khatib
6. Al Majmu’ Lin Nawawi
7. Mughnil Muhtaj
8. Fathul jawad
Sumber FB Ustadz : Amang Muthohar