Kapan Seseorang Dikatakan Kafir ?
Oleh Ustadz : Rahmat Taufik Tambusai
1. Mengingkari hukum yang secara qoth'i, pasti, jelas dan telah disepakati akan keharamannya seperti babi dikatakan halal, maka orang yang berpendapat seperti ini berhak dikatakan kafir, setelah diadakan tabayun oleh lembaga resmi, baik yang ditunjuk oleh negara atau yang disepakati oleh ulama.
Adapun suatu perkara tidak ada dalil qoth'i, pasti, jelas dan tidak disepakati akan keharamannya maka apabila ada yang berpendapat boleh mengerjakannya maka orang tersebut tidak berhak dikatakan kafir, karena masuk dalam hal khilafiyah, seperti hukum musik, tidak ada ayat dan hadits menyatakan secara qoth'i keharamannya, sehingga ulama berbeda dalam menetapkan status hukumnya.
Artinya dalam hal perkara khilafiyah tidak termasuk ranah pengkafiran, pengkafiran berlaku dalam perkara qoth'i yang tidak ada penafsiran lain.
2. Mengingkari salah satu rukun islam dan rukun iman, atau meragukan salah satu rukun islam dan rukun iman, maka orang yang seperti ini berhak dikatakan kafir setelah diadakan tabayun oleh lembaga resmi.
Mengatakan bahwa zakat tidak wajib atau mengatakan bahwa Al Quran merupakan hasil karya buatan nabi Muhammad.
3. Menghalalkan yang telah diharamkan secara qoth'i, pasti, jelas dan ulama telah ijmak akan keharamannya, dan dengan sengaja secara terang terangan mengkampanyekan, seperti mengatakan minuman khamar halal, maka orang yang seperti ini berhak dikatakan kafir, setelah diadakan tabayun oleh lembaga resmi.
Adapun orang yang mengakui keharamannya tetapi tetap melakukannya, orang yang seperti ini dikatakan fasik pelaku dosa besar dan tidak berhak dikatakan kafir.
Kalau ada orang yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar itu telah kafir maka bisa dipastikan orang tersebut telah terpapar pemikiran khawarij.
Maka logika sederhananya, orang yang melakukan dosa besar saja tidak dikatakan kafir, maka tidak masuk akal, orang yang melakukan perkara khilafiyah yang diperselisihkan ulama status hukumnya dikatakan kafir.
Jika ada orang dengan mudah mengkafirkan karena perkara khilafiyah, maka bisa dipastikan orang tersebut tidak bisa membedakan perkara ushul dengan perkara furu' dan ia bukan termasuk ahlus sunnah wal jamaah.
4. Meyakini ada tuhan selain dari pada Allah, yang berhak disembah dan yang mampu memberi manfaat dan mudharat, maka orang yang seperti ini berhak dikatakan kafir, setelah diadakan tabayun oleh lembaga resmi, baik yang ditunjuk oleh negara atau yang disepakati oleh ulama.
Adapun orang yang tetap masih meyakini Allah satu - satunya tuhan yang berhak disembah dan yang mampu memberi manfaat dan mudharat, lalu meminta bantuan kepada bangsa jin, maka orang seperti ini tidak dikatakan kafir, tetapi pelaku dosa besar.
Syirik yang menyebabkan pelakunya langsung dicap kafir adalah yang meyakini bahwa bangsa jin wajib disembah, dapat memberi manfaat dan mudharat, dan kedudukannya sama dengan tuhan.
5. Mereka yang tidak beriman kepada Allah dan Rasulnya, serta tidak mengakui agama islam sebagai agama yang hak.
Adapun orang yang mengakui islam secara lisan sebagai agamanya walaupun hatinya tidak beriman, maka orang seperti ini tetap dikatakan muslim yang dimasukkan dalam golongan munafik dan tidak boleh dikatakan kafir.
Karena pada zaman nabi, para munafik tetap disholatkan ketika meninggal dunia, artinya mereka tetap dikatakan muslim, walaupun nabi telah diberitahukan oleh jibril bahwa mereka hanya berpura - pura.
Maka sangat aneh, ada orang yang berani mengkafirkan muslim yang masih beriman kepada Allah, hanya berbeda dalam hal khilafiyah, sedangkan nabi yang sudah tau kepura puraan orang munafik tidak dikafirkan oleh nabi. Atau mereka lebih hebat dari pada nabi ?
Ingat, muslim itu hanya terbagi tiga: muslim taat, muslim maksiat dan muslim munafik, dan tidak ada muslim kafir.
Dan ciri utama ahlus sunnah wal jamaah untuk zaman sekarang adalah tidak mudah mengkafirkan sesama muslim.
Dalu - dalu, Minggu 19 Mei 2024
Azkia FamilyGroup Melayani Tamu Allah Kemuliaan Bagi Kami
Sumber FB Ustadz : Abee Syareefa