Standar Ilmu ala Wahhabi
Oleh : Rahmat Taufik Tambusai
Dalam memahami isi kandungan Al Quran dan sunnah, wahhabi tanpa sadar telah membuat standar sendiri.
Jika tidak mengikuti standar tersebut, maka tidak dikategorikan pemahaman salaf shalih dan jauh dari kebenaran.
Tolok ukur yang dijadikan wahhabi sebagai standar tidak mengikuti konsep mayoritas ulama yang telah digariskan oleh ulama mujtahid mutlaq.
Sehingga menimbulkan gesekan yang keras ditengah umat, bagi yang tidak mengikuti standar mereka dianggap tidak mengikuti pemahaman salaf, sebagai pelaku bidah, penyembah kubur, syirik, disamakan dengan syiah dll.
Diantara standar ala wahhabi dalam memahami syariat islam :
1. Menjadikan pemahaman ibnu Taimiyah sebagai perwakilan tunggal pemahaman salaf baik dalam akidah, fiqih dan tasawuf.
Padahal ibnu Taimiyah bukan dari kalangan ulama salaf, yang dikatakan ulama salaf mereka yang hidup di tiga abad pertama, yang mewarisi ilmu sahabat dan tabiin.
Seperti Imam Abu hanifah, Malik, Syafii, Ahmad bin hanbal, Abu hasan Asyari, Abu Mansur Al maturidi dll.
2. Menjadikan pemahaman ibnu Taimiyah sebagai standar dalam menyimpulkan isi kandungan Al Quan dan sunnah.
Jika jauh dari pemahaman ibnu Taimiyah maka dianggap tidak layak untuk diikuti dan harus dibuang.
Walaupun pemahamannya bertentangan dengan mayoritas ulama, maka tetap pendapat ibnu taimiyah dianggap lebih unggul dari mayoritas ulama salaf dan khalaf.
Bukankah seperti ini logika rancu? atau karena sudah penuh dengan doktrin - doktrin yang mematikan akal.
3. Menjadikan pemahaman ibnu Taimiyah sebagai alat ukur untuk menilai pemahaman ulama salaf dan khalaf, jika sesuai dengan konsep ibnu Taimiyah maka baru diakui kebenarannya.
Seharusnya adalah mengukur pendapat ulama belakangan seperti ibnu taimiyah dengan pemahaman ulama salaf yang lebih jenius yang hafal jutaan hadits.
Sebagai contoh, Seandainya tidak ada Imam Syafii, maka ulama belakangan tidak akan mampu untuk membedakan mana perintah yang menunjukkan wajib, mana yang menunjukkan sunnah, dan mubah, yang beliau tuangkan dalam kitab arrisalah.
Imam Ahmad bin hanbal pendiri mazhab hanbali mengatakan, kami baru tahu nasikh dan mansukh ketika Imam Syafii datang ke Baghdad.
4. Hanya mengakui ulama yang sejurus dan sejalan dengan ibnu taimiyah dan menjadikan ibnu taimiyah sebagai refrensi tunggal.
Sedangkan ulama yang mengkritisi ibnu Taimiyah, maka tidak akan mendapat tempat di hati para wahhabi.
Padahal bagi yang berakal akan bertanya, mana yang lebih utama mengikuti ulama yang diakui dan sedikit kritikan untuknya dari pada ulama yang kontroversi dan dikritik ulama sepanjang masa ? pasti jawabannya mengikuti ulama yang diakui sepanjang masa oleh mayoritas ulama.
5. Lebih mendahulukan pendapat ulama penerus konsep ibnu taimiyah seperti Muhammad bin abdul wahhab, Bin Baz, Usaimin, Shalih Fauzan, Al Bani dll dibandingkan ulama mazhab yang hafal jutaan hadits.
Sebagai contoh, ketika dikatakan bahwa ulama Mazhab membolehkan ziarah kubur, mereka akan bantah dengan pendapat ulama penerus konsep ibnu Taimiyah.
Menganggap ulama penerus konsep ibnu taimiyah lebih hebat dari ulama mazhab, dan kadang lebih hebat dari ibnu Taimiyah itu sendiri, sebagai contoh ibnu taimiyah berpendapat bahwa pahala bacaan sampai kepada mayit, sedangkan menurut bin baz tidak sampai, maka pendapat bin baz yang mereka pakai dan sebarkan, sedangkan pendapat ibnu taimiyah mereka tutupi.
Akibat dari menstandarkan pemahaman agama kepada tokoh dan kelompok tertentu, melahirkan sifat fanatik buta dan merasa paling benar.
Ibadah sebanyak apapun, jika sudah bercokol sifat merasa paling baik, maka tak ubahnya dengan iblis.
Iblis ahli ibadah tetapi disebabkan merasa paling baik maka dicampakkan dari surga, sedangkan kita belum masuk surga sudah sombong dengan pemahaman sendiri, maka surga tak layak untuk kita.
Standar ahli sunnah wal jamaah dalam memahami isi kandungan Al Quran dan sunnah nabi, sesuai firman Allah :
فاسالوا اهل الذكر ان كنتم لا تعلمون
Bertanyalah kepada ahli ilmu jika kalian tidak mengetahui.
Siapa ahli ilmu ? semua ulama yang diakui kwalitas ilmunya oleh ulama yang hidup sezaman dan sesudahnya.
Sebaiknya menghindari ulama kontroversi, bukan berarti tidak ada ilmu dan faidah, tetap ada, yang dikhawatirkan jatuh kepada pemahaman kontroversinya, sehingga sulit untuk bangkit kepada pemahaman ahlus sunnah wal jamaah.
Dalu - dalu, 13 Agustus 2022
Yuk umroh yang minat hubungi kami.
Sumber FB Ustadz : Abee Syareefa
13 Agustus 2022 pada 11.37 ·