Adanya mazhab yang berbeda-beda bukan cuma ada dalam ilmu fiqih saja. Tapi dalam sejarah pun ada mazhab-mazhab juga.
Dari SD sampai lulus SMA bahkan sampai sekarang, semua rakyat Indonesia tahunya tanggal kemerdekaan RI adalah 17 Agustus 1945. Ini Mazhab kita.
Tapi Mazhab Belanda lain lagi. Ternyata dalam kurikulum pendidikan dan sejarah resmi versi Belanda, hari kemerdekaan Indonesia jatuhnya 27 Desember 1949. Dalam versi Mazhab Belanda, kemerdekaan kita lebih lambat empat tahun dari versi mazhab kita.
Proklamasi kita mungkin mereka anggap sekedar pemberontakan. Meski akhirnya Belanda mengakui kita merdeka, namun dalam versi mereka, kedaulatan Indonesia itu terjadi 4 tahun kemudian. Itu pun karena diserahkan secara formal.
Padahal versi tujuh belasan itu kan tiap tahun kita peringati dengan berbagai macam kegiatan resmi ataupun tidak resmi. Yang resmi biasanya tertuju pada upacara pengibaran sang saka merah putih di istana yang disiarkan TVRI.
Yang tidak formal justru sangat meriah. Ada aneka lomba unik dan seru di tengah masyarakat, dari balap karung sampai panjat pinang.
Pokoknya buat kita 17 Agustus 1945 itu adalah hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Sudah muttafaqun alaihi, tidak bisa diganggu gugat.
Untungnya si Belandanya jauh dari sini. Sebab kalau si Belanda itu rumahnya ada di sebelah kita, pasti sudah habis kita geruduk ramai-ramai.
Sak pena' e dewe, begitu kita pasti misuhi. Setidaknya si Belanda akan ber-taqiyah kalau misalnya dia numpang dan ngontrak rumah petak disini. Tidak akan cuap-cuap bilang Indonesia merdeka tahun 1949.
Sebab dia akan berhadapan dengan realitas masyarakat Indonesia yang mazhabnya 17 Agustus 1945, bukan 27 Desember 1949.
Kalau di istana lagi ada perayaan tujuh belasan, kira-kira ambasador Belanda diundang nggak ya?
Kalau ambasador negara yang lain diundang, saya kira pasti diundang juga. Dan datang juga pastinya. Dan tidak mungkin si ambasador Belanda misuh-misuh di tengah upacara sambil meneriakkan :
Woi salah tanggal nih kalen. Yang benar 27 Desember tuh.
Gak mungkin lah dia kayak gitu. Bisa langsung diusir pulang kampung dia.
Begitu juga dengan Mazhab Syafi'i di Indonesia yang sudah mayoritas. Tidak logis kalau ada Mazhab lain buka lapak disini, terus misuh-misuhi Mazhab lokal. Bisa disuruh pulang kampung.
Namun untungnya, kesyafi'iyan bangsa Indonesia ini banyak yang tidak sadar. Sehingga Mazhab lain merajalela itu mereka biasa-biasa saja.
Baca juga kajian ulama tentang mazhab berikut :
- Mungkinkah Tersesat Jika Tidak Bermazhab?
- Pertanyaan Seputar Bermazhab
- Boleh Belajar Madzhab Asal Jangan Fanatik?
- Betulkah Sekarang Makin Mudah Berijtihad Sendiri?
- Fanatik Madzhab Baru
Sumber FB : Ahmad Sarwat
16 Desember 2020 pada 09.22 ·