Menjawab Gagal Paham Wahabi
Ibu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bernama Aminah binti Wahab. Ia seorang wanita beriman yang akan masuk surga. Dalil bahwa beliau seorang wanita yang beriman dan akan masuk surga adalah hadits dalam shahih Muslim sebagai berikut ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لأُمِّي فَلَمْ يَأْذَنْ لِي، وَاسْتَأْذَنْتُهُ أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأَذِنَ لِي»
Dari Abu Hurairah, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku meminta izin kepada Tuhanku untuk memohonkan ampunan bagi ibuku, lalu Dia tidak memberiku izin. Dan aku memohon izin kepada-Nya untuk berziarah ke kuburannya, maka Dia memberiku izin.” Hadits shahih riwayat Muslim [105 dan 108].
Beberapa hal yang perlu kita pahami dengan benar mengenai hadits di atas.
Pertama, dalam hadits di atas, ada redaksi “Aku meminta izin kepada Tuhanku untuk memohonkan ampunan bagi ibuku, lalu Dia tidak memberiku izin”. Dalam redaksi tersebut tidak dapat dipahami bahwa ibu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang wanita musyrik atau kafir. Tidak adanya izin dari Allah kepada beliau, karena ada hikmah yang agung. Yaitu seandainya beliau dizinkan memohonkan ampunan bagi ibunya, tentu para sahabat yang baru masuk Islam akan mengikutinya dan memohonkan ampunan bagi orang tua mereka yang mati dalam keadaan musyrik dan kafir. Tidak adanya izin dari Allah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk mencegah terjadinya keserupaan dan ketidakjelasan hukum bagi orang-orang yang orang tua mereka mati dalam keadaan menyembah berhala, bukan karena ibu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang wanita musyrik dan kafir.
Kedua, dalam hadits di atas ada redaksi, “Aku meminta izin kepada Tuhanku untuk memohonkan ampunan bagi ibuku, lalu Dia tidak memberiku izin”. Redaksi ini menunjukkan bahwa ibu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang wanita yang beriman. Seandainya ibu beliau seorang musyrik atau kafir, tentu beliau tidak akan meminta izin untuk memohonkan ampunan baginya. Karena Allah telah jelas melarang dalam firman-Nya:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahanam. (QS al-Taubah : 113).
Ayat di atas merupakan larangan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum beriman agar tidak mendoakan ampunan bagi kerabat yang kafir. Sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang yang ma’shum, terjaga dari dosa dan kesalahan. Sudah barang tentu beliau tidak akan mempermaikan agama Allah atau melakukan sesuatu yang dilarang.
Ketiga, di antara dalil bahwa ibu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang wanita yang beriman adalah redaksi dalam hadits di atas, “Dan aku memohon izin kepada-Nya untuk berziarah ke kuburannya, maka Dia memberiku izin.” Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di atas makam ibunya. Berarti ibu beliau seorang yang beriman. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dilarang berdiri di makam orang yang kafir berdasarkan firman Allah dalam al-Qur’an:
وَلا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ
Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik. (QS al-Taubah : 84).
Dalam ayat di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dilarang berdiri di kuburan orang kafir. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di makam ibunya dengan perintah Allah, maka hal ini menunjukkan bahwa ibu beliau seorang wanita yang beriman dan bukan orang kafir.
Di antara bukti bahwa ibu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang wanita yang beriman, adalah riwayat tentang kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika Aminah melahirkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia diterangi oleh cahaya yang menyebabkannya mampu melihat istana-istana Syam. Padahal antara Syam dan Madinah jauh sekali. Ia juga melihat istana-istana di Bushra, salah satu kota kuno negeri Syam. Hadits ini dianggap kuat dan diriwayatkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Amali serta beliau anggat hasan. Penglihatan Sayyidah Aminah ke istana Bushra termasuk karomah beliau, karena ini menyalahi kebiasaan. Sudah barang tentu karomah itu hanya diberikan kepada orang-orang yang beriman.
Al-Imam al-Hafizh al-Suyuthi menulis kitab berjudul, al-Ta’zhim wa al-Minnah fi anna Abaway al-Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam fi al-Jannah. Wallahu a’lam. Dirangkum dari kitab Ithaf al-Muslim bi-Idhah Mutasyabihat Shahih Muslim, juz 3 hlm 87 karya Syaikh Jamil Halim hafizhahullaah. Wallahu a’lam.
Sumber FB : Muhammad Idrus Ramli
5 November 2017 ·